A. PENGERTIAN PEMUDA
Pemuda diidentikkan dengan kaum muda yang merupakan
generasi bangsa, yang akan menentukan perubahan-perubahan dimasa yang akan
datang. Sebagai seorang mahasiswa/mahasiswi kita adalah pemuda yang memiliki
intelektual yang dapat berpikir demi perubahan dan kemajuan negara
ini. Telah kita ketahui bahwa pemuda atau generasi muda merupakan
konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah nilai. hal ini merupakan
pengertian idiologis dan kultural daripada pengertian ini. Di dalam masyarakat pemuda merupakan satu identitas yang potensial
sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan
bangsanya karma pemuda sebagai harapan bangsa dapat diartikan bahwa siapa yang
menguasai pemuda akan menguasai masa depan.
Princeton
mendefinisikan kata pemuda (youth) dalam kamus Webstersnya sebagai “the time of
life between childhood and maturity; early maturity; the state of being young
or immature or inexperienced; the freshness and vitality characteristic of a
young person”.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemuda adalah sebuah kehidupan yang berdiri direntang masa kanak-kanak dan masa dewasa dimasa inilah seorang pemuda bersifat labil, kontrol emosi dan kstabilan pendirian masih bisa dipengaruh oleh pihak luar. Seorang pemuda mempunyai ciri yang khas yang menggambarkan seperti apa ia terlihat yang menunjukkan kepribadiannya.
Seorang pemuda harus bisa beradaptasi dan bergaul dengan lingkungan disekitarnya. Maksudnya agar tumbuh sikap rasa peduli dan rasa kebersamaan didalam dirinya. Lihatlah dizaman sekarang teknologi yang berkembang telah disalahgunakan seolah-olah globalisasi telah memberi efek buruk pada generasi muda. Individualisme itulah yang terjadi pada pemuda zaman sikap peduli pada lingkungan sekitar menurun drastis. Contoh umum jika ada kerja bakti dilingkungan sekitar banyak pemuda yang bermalas-malasan untuk ikut serta dalam kegiatan ini lebih memilih bermain dirumah atau memainkan android,iphone atau apalah itu . Pemuda seperti apa ini!
Dalam kehidupannya seorang pemuda dituntut dapat bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Proses sosialisasi pemuda didefinisikan proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri. Proses sosialisasi sebenarnya berawal dari dalam keluarga. Melalui proses sosialisasi, individu (pemuda) akan terwarna cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya dengan proses sosialisasi, individu menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya.Sesuai dengan pepatah lama semakin banyak dilihat semakin banyak dirasa. Jadi pengalaman adalah hal yang dibutuhkan seorang pemuda bisa bertindak dan mengasah pola pikirnya untuk perubahan yang akan datang.
Pengalaman adalah hal yang sangat penting dalam menunjang kemajuan pola pikir seorang pemuda.Pemuda dituntut kreatif inovatif dan korporatif (kerjasama”dalam hal baik”). Semakin banyak ia bergaul dengan orang lain maka semakin banyak pengalaman yang ia peroleh. Ia dikenal banyak orang dan mendapat banyak sekali akses dari orang disekitarnya ditambah dengan etika dan kepribadiannya yang baik, siapapun pasti menyukai sosok pemuda seperti ini. Kemudian kita bandingkan dengan pemuda yang bersifat individualisme, kikuk ditengah masyarakat,kaku dan tidak mampu mengaplikasikan manfaat dirinya akan terbuang ditengah kehidupan.
Kondisi yang masih labil membuat pemuda sering hanyut dengan berbagai pergaulan untuk itu berhati-hatilah memilih teman bergaul. Diperlukan pertahanan yang kuat agar tidak terjerumus kedalam kegelapan akibat pergaulan bebas yang sangat membahayakan generasi muda. Banyak contoh-contoh menunjukkan pemuda atau generasi zaman sekarang rusak, mulai dari video porno SMA, Sex bebas SMP.Mau jadi apa generasi seperti ini.Bukannya memperbaiki kondisi bangsa sekarang malah menambah beban yang ada.
Peran pemuda sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Seorang pemuda dituntut dapat merubah keadaan kearah yang lebih baik bukannya memperburuk keadaan atau merusak tatanan yang telah ada. Calon-calon pemimpin yang akan datang, tokoh masyarakat atau bahkan menjadi panutan untuk orang lain.
Kilas balik sejarah bangsa kita Indonesia. Bukan fisik atau senjata menjadi tonggak awal kita merdeka tapi karena adanya inisiatif atau kesadaran para pemuda zaman perjuang waktu itu kita merdeka.Adanya sikap revolusioner dan motivasi diri maka pemuda saat itu bisa membawa negara kita mencapai kemerdekaan. Berdirinya Bung Tomo telah menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan rakyat indonesia. Ini artinya bahwa pemuda mampu menggapai apapun dan mampu membuat sebuah perubahan yang luar biasa. Bung tomo adalah organisasi perkumpulan pemuda yang pertama, lalu semangatnya telah memotivasi pemuda-pemuda lain sehingga terbentuklah organisasi pemuda-pemuda yang lain seperti jong java,jong sumatera, maupun jong-jong lainnya.
Dalam sebuah pidatonya, Soekarno pernah mengorbakan semangat juang Pemuda apa kata Sukarno “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia”. Begitu besar peranan pemuda di mata Sukarno, jika ada sembilan pemuda lagi maka Indonesia menjadi negara Super Power.
Pemuda adalah sesuatu yang luar biasa, seperti yang telah dibicarakan sebelumnya walaupun emosi yang sangat labil tapi pemuda memiliki kelebihan-kelebihan yang menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri Perubahan. Tetapi sering kali informasi yang diterima tidak melalui seleksi yang ketat sehingga seorang pemuda mudah terbawa arus dan pengaruh media massa yang ada.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemuda adalah sebuah kehidupan yang berdiri direntang masa kanak-kanak dan masa dewasa dimasa inilah seorang pemuda bersifat labil, kontrol emosi dan kstabilan pendirian masih bisa dipengaruh oleh pihak luar. Seorang pemuda mempunyai ciri yang khas yang menggambarkan seperti apa ia terlihat yang menunjukkan kepribadiannya.
Seorang pemuda harus bisa beradaptasi dan bergaul dengan lingkungan disekitarnya. Maksudnya agar tumbuh sikap rasa peduli dan rasa kebersamaan didalam dirinya. Lihatlah dizaman sekarang teknologi yang berkembang telah disalahgunakan seolah-olah globalisasi telah memberi efek buruk pada generasi muda. Individualisme itulah yang terjadi pada pemuda zaman sikap peduli pada lingkungan sekitar menurun drastis. Contoh umum jika ada kerja bakti dilingkungan sekitar banyak pemuda yang bermalas-malasan untuk ikut serta dalam kegiatan ini lebih memilih bermain dirumah atau memainkan android,iphone atau apalah itu . Pemuda seperti apa ini!
Dalam kehidupannya seorang pemuda dituntut dapat bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Proses sosialisasi pemuda didefinisikan proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri. Proses sosialisasi sebenarnya berawal dari dalam keluarga. Melalui proses sosialisasi, individu (pemuda) akan terwarna cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya dengan proses sosialisasi, individu menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya.Sesuai dengan pepatah lama semakin banyak dilihat semakin banyak dirasa. Jadi pengalaman adalah hal yang dibutuhkan seorang pemuda bisa bertindak dan mengasah pola pikirnya untuk perubahan yang akan datang.
Pengalaman adalah hal yang sangat penting dalam menunjang kemajuan pola pikir seorang pemuda.Pemuda dituntut kreatif inovatif dan korporatif (kerjasama”dalam hal baik”). Semakin banyak ia bergaul dengan orang lain maka semakin banyak pengalaman yang ia peroleh. Ia dikenal banyak orang dan mendapat banyak sekali akses dari orang disekitarnya ditambah dengan etika dan kepribadiannya yang baik, siapapun pasti menyukai sosok pemuda seperti ini. Kemudian kita bandingkan dengan pemuda yang bersifat individualisme, kikuk ditengah masyarakat,kaku dan tidak mampu mengaplikasikan manfaat dirinya akan terbuang ditengah kehidupan.
Kondisi yang masih labil membuat pemuda sering hanyut dengan berbagai pergaulan untuk itu berhati-hatilah memilih teman bergaul. Diperlukan pertahanan yang kuat agar tidak terjerumus kedalam kegelapan akibat pergaulan bebas yang sangat membahayakan generasi muda. Banyak contoh-contoh menunjukkan pemuda atau generasi zaman sekarang rusak, mulai dari video porno SMA, Sex bebas SMP.Mau jadi apa generasi seperti ini.Bukannya memperbaiki kondisi bangsa sekarang malah menambah beban yang ada.
Peran pemuda sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Seorang pemuda dituntut dapat merubah keadaan kearah yang lebih baik bukannya memperburuk keadaan atau merusak tatanan yang telah ada. Calon-calon pemimpin yang akan datang, tokoh masyarakat atau bahkan menjadi panutan untuk orang lain.
Kilas balik sejarah bangsa kita Indonesia. Bukan fisik atau senjata menjadi tonggak awal kita merdeka tapi karena adanya inisiatif atau kesadaran para pemuda zaman perjuang waktu itu kita merdeka.Adanya sikap revolusioner dan motivasi diri maka pemuda saat itu bisa membawa negara kita mencapai kemerdekaan. Berdirinya Bung Tomo telah menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan rakyat indonesia. Ini artinya bahwa pemuda mampu menggapai apapun dan mampu membuat sebuah perubahan yang luar biasa. Bung tomo adalah organisasi perkumpulan pemuda yang pertama, lalu semangatnya telah memotivasi pemuda-pemuda lain sehingga terbentuklah organisasi pemuda-pemuda yang lain seperti jong java,jong sumatera, maupun jong-jong lainnya.
Dalam sebuah pidatonya, Soekarno pernah mengorbakan semangat juang Pemuda apa kata Sukarno “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia”. Begitu besar peranan pemuda di mata Sukarno, jika ada sembilan pemuda lagi maka Indonesia menjadi negara Super Power.
Pemuda adalah sesuatu yang luar biasa, seperti yang telah dibicarakan sebelumnya walaupun emosi yang sangat labil tapi pemuda memiliki kelebihan-kelebihan yang menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri Perubahan. Tetapi sering kali informasi yang diterima tidak melalui seleksi yang ketat sehingga seorang pemuda mudah terbawa arus dan pengaruh media massa yang ada.
Kesimpulannya adalah bahwa seorang pemuda harus memiliki jiwa dan sikap
metal yang bisa membawa ia menciptakan sebuah iklim perubahan kearah yang lebih
baik dan memiliki kemampuan sosialisasi ditengah kehidupan dimasyarakat agar ia
mampu memecahkan sebuah polemik dan mampu beradaptasi dengan kehidupan
sosialnya.
B. PENGERTIAN SOSIALISASI
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui media pembelajaran dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Berikut pengertian sosialisasi menurut para ahli :
1. Charlotte Buhler
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya.
2. Peter Berger
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
3. Paul B. Horton
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
4. Soerjono Soekanto
Sosialisasi adalah proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru.
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam sosialisasi, antara lain: Proses Sosialisasi, Media Sosialisasi dan Tujuan Sosialisasi.
a) Proses sosialisasi
Istilah sosialisasi menunjuk pada semua factor dan proses yang membuat manusia menjadi selaras dalam hidup ditengah-tengah orang kain. Proses sosialisasilah yang membuat seseorang menjadi tahu bagaimana mesti ia bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari proses tersebut, seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya.
Semua warga negara mengalami proses sosialisasi tanpa kecuali dan kemampuan untuk hidup ditengah-tengah orang lain atau mengikuti norma yang berlaku dimasyarakat. Ini tidak datang begitu saja ketika seseorang dilahirkan, melainkan melalui proses sosialisasi.
b) Media Sosialisasi
• Orang tua dan keluarga
• Sekolah
• Masyarakat
• Teman bermain
• Media Massa.
c) Tujuan Pokok Sosialisasi
• Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
• Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengenbangkankan kemampuannya.
• Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
• Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umum.
Syarat terjadinya sosialisasi
Pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua
kontribusi fundamental bagi kehidupan kita. Pertama,
memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi yang
efektif dalam masyarakat, dan kedua
memungkinkan lestarinya suatu masyarakat – karena tanpa sosialisasi akan hanya
ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat
terganggu..Contohnya, masyarakat Sunda, Jawa, Batak, dsb. akan lenyap manakala
satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan,
kebatakan kepada generasi berikutnya. Agar dua hal tersebut dapat berlangsung
maka ada beberapa kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi.
Pertama adanya warisan biologikal, dan kedua adalah adanya warisan sosial.
- Warisan dan Kematangan Biologikal .
Dibandingkan dengan
binatang, manusia secara biologis merupakan makhluk atau spesis yang lemah
karena tidak dilengkapi oleh banyak instink. Kelebihan manusia adalah adanya
potensi untuk belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya. Warisan biologis
yang merupakan kekuatan manusia, memungkinkan dia melakukan adaptasi pada berbagai
macam bentuk lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan manusia bisa memahami
masyarakat yang senantiasa berubah, sehingga lalu dia mampu berfungsi di
dalamnya, menilainya, serta memodifikasikannya. Namun tidak semua manusia
mempunyai warisan biologis yang baik, sebab ada pula warisan biologis yang bisa
menghambat proses sosialisasi. Manusia yang dilahirkan dengan cacat pada
otaknya atau organ tubuh lainnya (buta, tuli/bisu, dsb.) akan mengalami
kesulitan dalam proses sosialisasi.
Proses sosialisasi juga
dipengaruhi oleh kematangan biologis (biological maturation), yang umumnya
berkembang seirama dengan usia biologis manusia itu sendiri. Misalnya, bayi
yang usianya empat minggu cenderung memerlukan kontak fisik, seperti ciuman,
sentuhan, pelukan. Begitu usianya enambelas minggu maka dia mulai bisa
membedakan muka orang lain yang dekat dengan
*) Disadur dari ”Early Socialization” Wiggins, Wiggins &
Zanden, 1994.
dirinya, dan lalu mulai bisa tersenyum. Pada usia tiga bulan,
seorang bayi jangan diminta untuk berjalan atau pun berhitung, berpakaian, dan
pekerjaan lainnya. Semua itu akan sia-sia, menghabiskan waktu karena secara
biologis, bayi tersebut belum cukup matang. Dengan demikian warisan dan
kematangan biologis merupakan syarat pertama yang perlu diperhatikan dalam
proses sosialisasi.
2.
Lingkungan
yang menunjang.
Sosialisasi juga menuntut adanya
lingkungan yang baik yang menunjang proses tersebut, di mana termasuk di
dalamnya interaksi sosial. Kasus di bawah ini dapat dijadikan satu contoh
tentang pentingnya lingkungan dalam proses sosialisasi. Susan Curtiss (1977)
menaruh minat pada kasus anak yang diisolasikan dari lingkungan sosialnya. Pada
tahun 1970 di California ada seorang anak berusia tigabelas tahun bernama Ginie
yang diisolasikan dalam sebuah kamar kecil oleh orang tuanya. Dia jarang sekali
diberi kesempatan berinteraksi dengan orang lain. Kejadian ini diketahui oleh
pekerja sosial dan kemudian Ginie dipindahkan ke rumah sakit, sedangkan orang tuanya
ditangkap dengan tuduhan melakukan penganiayaan dengan sengaja. Pada saat akan
diadili ternyata ayahnya bunuh diri.
Ketika awal berada di rumah sakit,
kondisi Ginie sangat buruk. Dia kekurangan gizi, dan tidak mampu
bersosialisasi. Setelah dilakukan pengujian atas kematangan mentalnya ternyata
mencapai skor seperti kematangan mental anak-anak berusia satu tahun. Para
psikolog, akhli bahasa, akhli syaraf di UCLA (Universitas California) merancang
satu program rehabilitasi mental Ginie. Empat tahun program tersebut berjalan
ternyata kemajuan mental Ginie kurang memuaskan. Para akhli tersebut heran
mengapa Ginie mengalami kesukaran dalam memahami prinsip tata bahasa, padahal
secara genetis tidak dijumpai cacat pada otaknya. Sejak dimasukan ke rumah sakit
sampai dengan usia dua puluh tahun, Ginie dilibatkan dalam lingkungan yang
sehat, yang menunjang proses sosialisasi. Hasilnya, lambat laun Ginie mulai
bisa berpartisipasi dengan lingkungan sekitarnya.
Penelitian lain dilakukan oleh Rene
Spitz (1945). Dia meneliti bayi-bayi yang ada di rumah yatim piatu yang
memperoleh nutrisi dan perawatan medis yang baik namun kurang memperoleh
perhatian personal. Ada enam perawat yang merawat empat puluh lima bayi berusia
di bawah delapan belas bulan. Hampir sepanjang hari, para bayi tersebut
berbaring di dalam kamar tidur tanpa ada “human-contact”.
Dapat dikatakan, bayi-bayi tersebut jarang sekali menangis, tertawa, dan
mencoba untuk bicara. Skor tes mental di tahun pertama sangat rendah, dan dua
tahun kemudian penelitian lanjutan dilakukan dan ditemukan di atas sepertiga
dari sembilan puluh satu anak-anak meninggal dunia. Dari apa yang ditemukannya,
Spitz menarik kesimpulan bahwa kondisi lingkungan fisik dan psikis seorang bayi
pada tahun pertama sangat mempengaruhi pembentukan mentalnya. Bayi pada saat
itu sangat memerlukan sentuhan-sentuhan yang memunculkan rasa aman –
kehangatan, dan hubungan yang dekat dengan manusia dewasa – sehingga bayi dapat
tumbuh secara normal di usia-usia
selanjutnya.
Apa
yang disosialisasikan ? : Budaya .
Anak
dilahirkan dalam dunia sosial. Mereka merupakan anggota baru di dunia tersebut.
Dari kacamata masyarakat, fungsi sosialisasi adalah mengalihkan segala macam
informasi yang ada dalam masyarakat tersebut kepada anggota-anggota barunya
agar mereka dapat segera dapat berpartisipasi di dalamnya.
Berdasarkan pengalaman yang kita miliki,
banyak aspek-aspek kehidupan kita relatif stabil dan bisa diprediksi.
Jalan-jalan yang cenderung padat di pagi hari, orang berlibur di akhir
pekan, anak-anak usia enam tahun mulai
bersekolah, tata letak bangunan fisik suatu kota – ada alun-alun, pusat
perbelanjaan, terminal bis, dsb., makan tiga kali dalam satu hari. Kesemua
perilaku masyarakat tadi sudah membentuk satu pola perilaku umum yang secara
teratur terjadi setiap hari. Keteraturan yang relatif stabil tersebut
mengembangkan satu pola interaksi sebagai satu bentuk dari budaya. Budaya atau kebudayaan adalah keseluruhan hal yang yang
diciptakan oleh unit-unit sosial di mana setiap anggota unit sosial tersebut
memberikan makna yang relatif sama pada hal-hal tadi; keyakinannya, nilai,
norma, pengetahuan, bahasa, pola interaksi, dan juga hal-hal yang berkaitan
dengan sarana fisik, seperti bangunan, mobil, baju, buku.
Komponen
atau unsur Budaya
Nilai
adalah prinsip-prinsip etika yang dipegang dengan kuat oleh
individu atau kelompok sehingga mengikatnya dan lalu sangat berpengaruh pada
perilakunya. Nilai berkaitan dengan gagasan tentang baik dan buruk, yang
dikehendaki dan yang tak dikehendaki. Nilai membentuk norma, yaitu aturan-aturan baku tentang perilaku yang harus
dipatuhi oleh setiap anggota suatu unit sosial sehingga ada sanksi negatif dan
positif. Norma sendiri ada berbagai tingkatan , yaitu adat istiadat (folkways)
– cara makan, cara berpakaian, - anggota yang tidak melaksanakannya “hanya”
kena sanksi sosial mis : dianggap aneh, “nyleneh”; “mores” – aturan bisa tidak tertulis namun
sanksinya relatif berat - misalnya
telanjang bulat di depan kelas akan dianggap gila ; dan hukum (laws) – aturannya tertulis dan
perlanggarnya bisa diperjarakan. Selain nilai dan norma, satu unsur budaya
lainnya adalah peran. Peran atau
peranan adalah seperangkat harapan atau tuntutan kepada seseorang untuk
menampilkan perilaku tertentu karena orang tersebut menduduki suatu status
sosial tertentu.
Siapa
yang mensosialisasikan budaya ? : Agen Sosialisasi
Institusi.
Institusi adalah satu bentuk unit sosial yang memfokuskan pada
pemenuhan satu bentuk kebutuhan masyarakat. Misalnya sekolah, keluarga, agama. Mass-media : koran, majalah, televisi,
radio. Individu dan kelompok – kakak,
adik, ayah, ibu, teman, guru, kelompok hobi, korpri, dharmawanita, dsb.
Bagaimana
cara mensosialisasikan budaya ?
Sosialisasi
melibatkan proses pembelajaran . Pembelajaran tidak sekedar di sekolah formal,
melainkan berjalan di setiap saat dan di mana saja. Yang dimaksud dengan
belajar atau pembelajaran adalah modifikasi perilaku seseorang yang relatif
permanen yang diperoleh dari pengalamannya
di dalam lingkungan sosial/ fisik. Seseorang selalu mengucapkan salam pada saat
bertemu orang lain yang dikenalnya; perilaku tersebut merupakan hasil belajar
yang diperoleh dari lingkungan di mana dia dibesarkan. Demikin pula seorang
yang suka makan “jengkol/jering”, mereka belajar dari lingkungannya.
Ada tiga teori yang relatif kuat yang
dapat menjelaskan proses pembelajaran dalam sosialisasi. Pertama adalah teori pembelajaran sosial (social learning
theory), kedua teori perkembangan
individu (developmental theory), dan ketiga teori interaksi simbolis (symbolic
interaction theory).
A. Berdasarkan teori
pembelajaran sosial, pembelajaran terjadi melalui dua cara. (1)
dikondisikan, dan (2) meniru perilaku orang lain. Tokoh utama pendekatan
pertama adalah B.F. Skinner (1953), yang terkenal dengan konsep operant
conditioning – Berdasarkan berbagai percobaan melalui tikus dan merpati,
Skinner memperkenalkan konsepnya tersebut. Perilaku yang sekarang ditampilkan merupakan hasil
konsekuensi positif atau negatif dari perilaku yang sama sebelumnya. Seorang
anak rajin belajar karena memperoleh
hadiah dari orang tuanya. Seorang murid yang mempeoleh nilai baik, dipuji-puji
di depan orang banyak. Memuji, memberi imbalan, merupakan cara untuk memunculkan
bentuk perilaku tertentu. Memarahi, memberi hukuman, merupakan cara untuk
menghilangkan perilaku tertentu. Dengan demikian jika generasi awal ingin
melestarikan berbagai bentuk perilaku kepada generasi sesudahnya, maka kepada
setiap perilaku yang dianggap perlu dilestarikan harus diberikan imbalan.
Seorang anak diminta berdoa sebelum makan, dan setelah selesai berdoa, orang
tuanya memujinya .
Pendekatan kedua
dikenal dengan nama “observational learning”. Tokoh di balik konsep tersebut
adalah Albert Bandura. Inti perndekatan ini adalah bahwa perilaku seseorang
diperoleh melalui proses peniruan perilaku orang lain. Individu meniru perilaku
orang lain karena konsekuensi yang diterima oleh orang lain yang menampilkan
perilaku tersebut positif, dalam pandangan individu tadi. Jika kita ingin mensosialisasikan
hidup secara teratur, disiplin, maka caranya adalah memberikan contoh. Di
samping itu bisa juga menciptakan model yang layak untuk ditiru.
B. Berdasarkan teori-teori
perkembangan, pembelajaran , sosialisasi di tahap awal melibatkan serangkaian
tahapan. Setiap tahap akan memunculkan bentuk perilaku tertentu dan setiap
manusia perilakunya berkembang melalui tahapan yang sama. Misalnya, tahap
perkembangan yang dikemukakan oleh Erik Ericson (1950), ada delapan tahapan.
Tahap pertama pengembangan rasa percaya pada lingkungan, tahap kedua
pengembangan kemandirian, tahap ketiga pengembangan inisiatif, tahap keempat
pengembangan kemampuan psikis dan pisik, tahap kelima pengembangan identitas
diri. Kelima tahapan tersebut terjadi pada saat sosialisasi di masa
kanak-kanak. Tahap perkembangan setelah itu adalah tahap keenam merupakan
pengembangan hubungan dengan orang lain secara intim, tahap ketujuh
pengembangan pembinaan keluarga/keturunan, dan tahap kedelapan pengembangan
penerimaan kehidupan.
Interaksi
dengan manusia lain dalam proses sosialisasi merupakan satu keharusan.
Interaksi senantiasa mengandalkan proses komunikasi, dan salah satu alat
komunikasi adalah bahasa. Kapasitas seseorang berbahasa dipengaruhi oleh akar
biologis yang sangat dalam, namun
pelaksanaan kapasitas tersebut sangat ditentukan oleh lingkungan budaya
di mana kita dibesarkan. Berdasarkan teori perkembangan ada beberapa tahapan
yang harus dilalui. Tahap pertama
adalah di tahun pertama, yaitu tahapan sebelum seorang anak berbahasa
(prelinguistic stage). Disebut sebagai “sebelum berbahasa” karena bunyi yang
dikeluarkan belum disebut kata-kata. Misalnya : “a-a-a-a, det-det-det,
ga-ga-ga, “. Tahap kedua adalah
tahap di mana anak sudah mulai belajar berjalan (toddlers). Mulai belajar
bicara, misalnya “tu-tu” untuk kata “itu”; “dul” untuk kata “tidur”, “mi-mi”
untuk kata “minum”, dst. Di samping
bahasa verbal, dalam tahapan itu juga, anak juga sudah mulai menggunakan bahasa
nonverbal (body language). Menganggukan kepala untuk mengatakan ya, menunjuk
dengan jari untuk mengatakan itu, dsb. Tahap ketiga : sebelum masuk sekolah.
Anak sudah bisa bicara dengan kata-kata dan struktur bahasa yang sederhana. dan
terbatas pada apa yang diajarkan oleh keluarga. Tahap berikutnya terjadi setelah anak mulai sekolah. Dalam tahapan
ini anak memperoleh perbendaharaan kata yang lebih banyak. Mereka juga belajar
menyusun kata-kata secara lebih benar sesuai dengan ejaan yang secara umum
digunakan oleh masyarakat luas.
Selain perkembangan
dalam hal-hal tersebut sebelumnya, manusia mengalami perkembangan moral (moral
development). Salah satu konsep yang banyak dibahas adalah terori yang
dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg (1984). Lihat lampiran.
C.
Berdasarkan
teori interaksi simbolis
Asal teori ini dari disiplin sosiologi, yaitu satu teori yang
memusatkan pada kajian tentang bagaimana individu menginterpretasikan dan
memaknakan interaksi-interaksi sosialnya. Di dalam teori ini ditekankan
bagaimana peran aktif seorang anak dalam sosialisasi. Sejak masa kanak-kanak,
kita belajar mengembangkan kemampuan diri (mengevaluasi diri, memotivasi diri,
mengendalikan diri). Menurut Herbert Mead (1934) ada tiga proses tahapan
pengembangan diri yang memungkinkan seorang anak menjadi mampu berpartisipasi
penuh dalam kehidupan sosial. Tahap pertama adalah preparatory stage, tahap
kedua play stage, dan tahap terakhir adalah game stage.
Pada tahapan pertama,
anak belum mampu memandang perilakunya sendiri. Mereka meniru perilaku orang
lain yang ada di sekitarnya dan mencoba memberikan makna. Anak juga mulai
belajar menangkap makna dari bahasa yang digunakannya. Pada tahapan kedua, anak
mulai belajar berperan seperti orang lain. Berperilaku seperti ayahnya, ibunya,
guru, dsb. Melalui bermain peran yang beraneka ragam itu anak mempelajari
pola-pola perilaku individu lainnya . Tahap ketiga merupakan tahapan di mana
anak melatih ketrampilan sosialnya. Dia belajar bagaimana memenuhi harapan
orang lain yang jumlahnya tidak hanya satu. Memenuhi harapan teman-temannya,
kelompok bermainnya, kelompok belajarnya, dsb.
Sumber :
http://celoteh-galang.blogspot.com/2012/10/pemuda-sosialisasi-identitas-perguruan.html
http://pandukawula.blogspot.com/2011/10/pemuda-dan-sosialisasi.html
http://aushuria.wordpress.com/2011/11/26/pemuda-dan-sosialisasi/
http://wasnudin.blogdetik.com/2010/10/29/pemuda-dan-sosialisasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar